You are on page 1of 13

MAKALAH OTONOMI DAERAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :Drs.Abdul Syukur M.Si.

Disusun Oleh:

Desti Mayalestari: 53050220008

Rahmanur Bifadlika L.A: 53050220023

Slamet Mahfud Rohman: 53050220037

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB & HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA

2023
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah
senantiasa melimpahkan Rahmat serta hidayah-Nya kepada kami semua sehingga kami
dapat menyelesaikan tuga makalah mata kuliah Kewarganegaraan yang berjudul Otonomi
Daerah tanpa halangan suatu apapun. Tidak lupa, sholawat serta salam kita haturkan
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Saw. Yang kita nanti – nantikan syafaatnya dihari
akhir nanti.
Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah guna memenuhi tugas dari mata
kuliah Kewarganegaraan yang diampu Bapak Abdul Syukur M.Si. semoga dengan
terselesainya makalah ini bisa bermanfaat dan menjadi tambahan pengetahuan bagi kita
semua.

Pada makalah ini penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari
kata sempurna dan juga kesalahan yang penulis yakini masih diluar batas kemampuan
penulis. Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun dari pembaca dan juga penulis berharap semoga tulisan ini bisa menambah
pengetahuan dan memberi manfaat bagi semua pihak.

Salatiga, 6 Juni 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................4

A. Latar Belakang............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Tujuan..........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................5

A. Pengertian Otonomi Daerah........................................................................5


B. Konsep Dasar Otonomi Daerah..................................................................5
C. Tujuan Otonomi Daerah..............................................................................7
D. Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.............................................8
E. Dampak Positive Negatif..........................................................................10

BAB III PENUTUP.......................................................................................12

A. Kesimpulan...............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penerapan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia diyakini akan mampu
mendekatkan pelayanan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memupuk
demokrasi lokal. Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika, terdiri dari ribuan pulau, ratusan
kultur dan subkultur yang menyebar di seluruh nusantara. Berdasarkan pada variasi lokalitas
yang sangat beragam itu maka sangat tepat untuk menerapkan otonomi daerah. Hal ini akan
memberi peluang seluas luasnya bagi tiap daerah untuk berkembang sesuai potensi alam dan
sumber daya manusia yang ada di masing masing daerah dan kemudian akan menciptakan
suasana kompetisi antar daerah dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Suasana kompetisi dan persaingan antar daerah di masa lalu hampir tidak dikenal karena
semua kebijakan fiskal, adminsitratif dan politis diatur dari pusat, Jakarta. Hampir tidak ada
ruang bagi eksekutif di daerah untuk menentukan kebijakan sendiri. Bupati atau walikota
yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di daerah akan dapat
ditolak oleh otoritas pusat jika tidak sesuai dengan kepentingan politik elite penguasa di
Jakarta. Jadi, eksekutif dan legislatif daerah pada masa itu hanya jari jari kekuasaan pusat
yang berada di daerah. Harapan normatif yang dilekaktkan kepada DPRD sebagai wakil
rakyat kandas dilumat sistim yang memang dirancang untuk melestarikan status quo
autoritarian di bawah rejim Orde Baru, anggota dan badan legislatif dikooptasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Otonomi Daerah?
2. Apa Konsep Dasar Otonomi Daerah?
3. Apa Tujuan Otonomi Daerah?
4. Apa Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia?
5. Apa Dampak Positive Negatif?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Otonomi Daerah
2. Mengetahui Konsep Dasar Otonomi Daerah
3. Mengetahui Tujuan Otonomi Daerah
4. Mengetahui Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
5. Mengetahui Dampak Positive Negatif

4
BAB II

PEMABAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan esensi dari pemerintahan dengan sistem desentralisasi.


Otonomi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu autos (sendiri), nomos (undang-undang).
Hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah negara
kesatuan tidak lain berarti otonomi, yaitu hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Istilah otonomi dapat dijumpai dalam UUD Negara RI tahun 1945 Pasal 18 ayat 5 bahwa
pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pengertian
otonomi dapat dilihat dalam UU No 23 tahun 2014 Pasal 1 ayat (6) yang menyatakan
otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tata cara atau prosedur penyerahan kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah disebut dengan otonomi rumah tangga
daerah, atau ajaran rumah tangga daerah/otonomi daerah. Ada tiga ajaran bagaimana
prosedur pelimpahan wewenang otonomi yakni:

a. Ajaran otonomi formil (formele huishoundingsleer), dalam rumah tangga formil ini
tidaklah secara apriori ditetapkan apa yang termasuk rumah tangga daerah otonom.

b. Ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoundingsleer), antara pemerintah


pusat dan pemerintah daerah ada pembagian tugas secara terperinci secara tegas dalam
undang-undang pembentukannya.

c. Ajaran otonomi daerah riil (riele huishoundingsleer), merupakan otonomi


campuran dari keduanya. Daerah agar dapat menjadi daerah otonom yang dapat
menjalankan otonomi dengan baik.

B. Konsep Dasar Otonomi Daerah

Otonomi daerah, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974,


adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999,


otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. UU. No. 32 Tahun 2004dan
5
UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan otonomi daerah
sebagai wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundangundangan. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa otonomi daerah pada

hakikatnya adalah:1

1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut
bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang
diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri dalam mengatur dan mengurus rumah tangga
merupakan inti ke otonomian suatu daerah; penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan
sendiri, serta pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hak itu
dikembalikan kepada pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi urusan
pemerintah (pusat).

2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri,
daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas
wilayah daerahnya

3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah
lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya;
Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga
daerah lain. Dengan demikian suatu daerah otonom adalah daerah yang self goverment,
self sufficiency, self authority, dan self regulation maupun horisontal karena daerah
otonom memiliki actual independence. Indikator suatu daerah menjadi otonom setelah
melaksanakan kebijakan otonomi daerah meliputi makna daerah itu telah secara nyata
menjadi satuan masyarakat hukum, satuan unit ekonomi publik, satuan unit sosial
budaya, satuan unit lingkungan hidup (lebensraum) dan menjadi satuan subsistem politik
nasional.2

Inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah


daerah (discretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintah sendiri atas dasar
prakarsa, kreativitas dan peranserta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan
memajukan daerahnya.4 Memberikan otonomi daerah tidak hanya berarti melaksanakan
1
H.A.W Widjaja, 2005. Op.Cit, hal. 35.
2
Taliziduhu Ndraha, 2003.Kybernology (Ilmu Pemerintah Baru), Rineka Cipta, Jakarta, hal. 23.
4
Ekom Koswara K. Op,Cit,hal. 26.
6
demokrasi di lapisan bawah tetapi juga mendorong otoaktivitas untuk melaksanakan
sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya
demokrasi dari bawah maka rakyat tidak saja. menentukan nasibnya sendiri, melainkan
yang utama adalah berupaya memperbaiki nasibnya sendiri. Hal itu dapat di wujudkan
dengan memberikan kewenangan yang cukup luas kepada pemerintah daerah guna
mengurus dan mengatur serta mengembangkan daerahnya sesuai kepentingan dan potensi
daerahnya.Kewenangannya artinya keleluasaan untuk menggunakan dana baik yang
berasal dari daerah sendiri maupun dari pusat sesuai dengan keperluan daerahnya tanpa
campur tangan pusat, keleluasaan berprakarsa, memilih alternatif, menentukan prioritas
dan mengambil keputusan untuk kepentingan daerahnya, keleluasaan untuk
memanfaatkan dana pertimbangan keuangan pusat dan daerah yang memadai,
yangdidasarkan kriteria obyektif dan adil. Berdasarkan pokok-pokok pergeseran
prinsipprinsip penyelenggaraan pemerintah daerah dalam kerangka reformasi pemerintah
ini, diformulasikanlah berbagai kebijakan implementasi otonomi daerah melalui UU No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang telah diganti dengan
UU. No.32 dan 33 Tahun 2004 dan yang terakhir UU No. 23 Tahun 2014. Konsep-
konsep di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya pelaksanaan otonomi daerah.
Terkait dengan itu, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus saling
bersinergi dan bekerjasama dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah sesuai
dengan tujuan dan makna yang tertuang di dalam peraturan perundang-undangan tentang
pemerintahan daerah. Efektivitas pelaksanaan otonomi daerah serta peluang dan kendala
merupakan suatu hal yang perlu dipertimbangkan dan yang dapat dijadikan sebagai
ukuran dari tingkat keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tersebut.

C. Tujuan Otonomi Daerah

Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang
bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Dengan mengacu pada ide yang hakiki dalam
konsep otonomi daerah, tujuan
pemberian otonomi kepada daerah setidak-tidaknya akan meliputi 4 aspek sebagai
berikut.3
1. Dari Segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi masyarakat,
baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan
3
I Nyoman S. Op. Hal. 55.
7
kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan
bawah.
2. Dari segi menejemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap
masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan
masyarakat. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan pastisipasi serta
menumbuhkan kemandirian masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak
terlalu banyak bergantung pada pemberian pemerintah serta memiliki daya saing yang
kuat dalam proses penumbuhannya. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk
melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat
yang makin meningkat dengan demikian, inti pelaksanaan otonomi daerah adalah
terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah (discretionary power) untuk
menyelenggarakan pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peranserta aktif
masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerah. Memberikan otonomi
daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi di lapisan bawah, tetapi juga
mendorong otoaktivitas untuk melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi
lingkungan sendiri.
Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah, di satu pihak, membebaskan
pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik,
sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan
global dan mengambil manfaat dari padanya. Pada saat yang sama, pemerintah pusat
diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang
bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasikewenangan pemerintah ke daerah,
maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan
prakarsa dan kreativitas mereka akan terpacu, sehingga kapabilitas dalam mengatasi
berbagai masalah domestik akan semakin kuat. Desentralisasi merupakan simbol dari
adanya ’trust’ dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Ini akan dengan
sendirinya mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Kalau dalam
sistem yang sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam mengatasi berbagai
masalah, akibat dari tiada atau kurangnya kewenangan yang mereka miliki, dalam sistem
otonomi ini mereka ditantang untuk secara kreatif menemukan solusi-solusi atas berbagai
masalah yang dihadapi.4

D. Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

Untuk mengetahui bagaimana penerapan otonomi daerah di Indonesia akan diuraikan


secara singkat bagaimana perkembangan otonomi tersebut berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang pernah berlaku antara lain:
a. Undang-undang Nomor 1 tahun 1945

4
Hanif Nurcholis, et al, 2008. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah, PT. Grasindo, Jakarta, hal. 18.
8
Undang-undang yang pertama kali dikeluarkan di Indonesia untuk mengatur tentang
pemerintahan daerah dan otononi daerah adalah UU No 1 tahun 1945 tentang Kedudukan
Komite Nasional Daerah. Maksud dikeluarkannya UU ini menurut Bayu Suryaningrat
adalah sebagai berikut: dibuatnya UU ini mempunyal program menyusun pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah yang demokratis. Program ini mempunyai latar belakang
politis berhadapan dengan propaganda pemerintahan Belanda yang menyatakan bahwa
pemerintahan Indonesia adalah pemerintahan fasis. Oleh sebab itu UU ini disertai dengan
membentuk unit kenegaraan di beberapa daerah disertai dengan Dewan Perwakilan
Rakyat yang dipropagandakan sebagai tindakan konstruktif dalam rangka pelaksanaan
demokratis di Indonesia.
b. Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Pembentukan UU Nomor 22 tahun 1948 dimaksudkan untuk meletakkan dasar
pembentukan pemerintahan daerah yang sistematis dengan suatu pemerintahan daerah
yang demokratis. Ditegaskan dalam UU ini bahwa tujuan dikeluarkannya adalah untuk
memenuhi harapan rakyat dalam bentuk pemerintahan yang kolegial berdasarkan
kedaulatan rakyat dan demokratis. Pasal 1 UU 22 tahun 1948 menyatakan bahwa, daerah-
daerah yang dapat mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dapat dibedakan dalam
dua jenis yaitu daerah otonomi biasa dan daearah istimewa. Tiap-tiap jenis daerah itu
dibedakan dalam tiga tingkatan yakni: Provinsi, Kabupaten/Kota Besar dan Desa/Kota
Kecil. UU ini juga mengatur tentang sistem otonomi daerah yang diatur dalam Pasal 23
yakni:
1) DPRD mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
2) Hal-hal yang masuk urusan rumah tangga tersebut ditetapkan dalam UU
pembentukan bagi tiap-tiap daerah.
c. Undang-undang Nomor 1 tahun 1957
UU No 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan daerah, dikeluarkan pada
saat Negara Indonesia berdasarkan UUD Sementara Tahun 1950. Sistem otonomi yang
dianut adalah otonomi Riil dapat diketahui dalam Pasal 31 sebagai berikut:
1) DPRD mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga daerah, kecuali urusan
yang oleh UU ini diserahka kepada penguasa lain.
2) Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut diatas, dalam peraturan
pembentukan ditetapkan urusan-urusan tertentu.
3) Dengan peraturan pemerintah tiap-tiap waktu, dengan memperhatikan
kesanggupan dan kemampuan dari masing-masing daerah atas usul dari DPRD
yang bersangkutan dan sepanjang mengenai Daerah Tingkat II dan III setelah

9
minta pertimbangan dari DPRD setingkat atasnya urusan tersebut dapat ditambah
urusan-urusan lain.5

d. Penetapan Pemerintah (Penpres) Nomor 6 Tahun 1959

Tahun 1959 terjadi perubahan sistem pemerintahan di Indonesia melalui Dekrit


Presiden 5 Juli 1959 yakni memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya
UUD Sementara tahun 1950. Perubahan ini membawa perubahan terhadap ketentuan
ketatanegaraan lainnya termasuk peraturan tentang pemerintahan daerah. Pada periode
ini dikembangkan konsep kemasyarakatan yang adil dan makmur dan spiritual di
bawah landasan demokrasi terpimpin. Konsep demokrasi terpimpin disampaikan
dalam amanat kepada Konstituante oleh Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD
1945 pada tangga 22 April 1959. Presiden merumuskan definisi demokrasi terpimpin
antara lain sebagai berikut:

1) Demokrasi terpimpin adalah demokrasi atau menurut UUD 1945 sebagai


kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan
perwakilan.

2) Demokrasi terpimpin bukanlah diktator, berlainan dengan demokrasi sentralisme,


dan berbeda pula dengan demokrasi liberal yang kita prak- tekkan selama ini

3) Demokrasi terpimpin adalah demokrasi segala soal kehidupan kenegaraan dan


kemasyarakatan, yang meliputi bidang politik, ekonomi dan sosial.6

D. Dampak Positive Negatif


1. Dampak Positif
Dampak posistif otonimi daerah adalah dengan adanya otonomi daerah maka
pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan
identitaslokal yang ada di masyarakat.berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
diperoleh lebih banyak daripada melalui jalur birokrasi dan pemerintah pusat.
Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendoronng pembangunan
daerah serta membangun program promosi kebudayaandan juga pariwisata.
Dengan melakukan tonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan
lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cenderung lebih
5
Sri Kusriyah, Politik Hukum Desentralisasi Dan Otonomi Daerah, Semarang:UNISSULA PRESS, 2019, hal 30-33
6
Sri Kusriyah, Politik Hukum Desentralisasi Dan Otonomi Daerah…, hal 34
10
mengerti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-ptensi yang ada di
daerahnya daripada pemerintah pusat. Conth : di Maluku dan papua program
beras miskin yang dirancang pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut
karena sebagian penduduk disana tidak bisa mengkonsumsi beras, mereka biasa
mengkonsumsi sagu, maka pemerintah disana hanya menggunakandana beras
miskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa
dikonsumsi masyarakat. Selain itu, dengan sistem otonomi daerah pemerintah
akan lebih cepat mengabil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, tanpa
harus melewati prosedur di tingkat.7
2. Dampak Negatif

Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum
di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah
yang tidak sesuai dengan konstitusi negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar
daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan negara, seperti contoh
pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi di tingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan
dengan sistem otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi
jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah
membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.

Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat
memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwisata,
maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar
daerah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar
daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah
pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah
sangat mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila kelima, yaitu “Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB III

PENUTUP

7
Tersono, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Islam, Batik Press, Bandung,. hal.191.
11
A. Kesimpulan
Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain
sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya; Otonomi tidak
membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak
merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.

Tujuan Otonomi Daerah pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan
daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.Dengan mengacu pada ide yang hakiki
dalam konsep otonomi daerah, tujuan pemberian otonomi kepada daerah setidaktidaknya dalam
4 aspek yaitu Politik, Menejemen Pemerintahan, Kemasyarakatan, Ekonomi Pembangunan

DAFTAR PUSTAKA

Hanif Nurcholis, et al, 2008. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah, PT. Grasindo, Jakarta.

Tersono, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Islam, Batik Press Bandung,

12
Taliziduhu Ndraha, 2003.Kybernology (Ilmu Pemerintah Baru), Rineka Cipta, Jakarta

Sri Kusriyah, Politik Hukum Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Semarang:UNISSULA PRESS, 2019,

H.A.W Widjaja, 2005. Op.Cit

13

You might also like